Hukum

Karyawan PT.EBH Minta Polisi Bertanggungjawab Jika Ada Kerusuhan

Oleh: Andreas Trisno Diwa Editor: Achmad Junaidi 23 Mar 2023 - 16:52 location_on Samarinda
Sejumlah karyawan PT EBH melakukan audiensi dengan Polres Kubar terkait penghentian kegiatan perusahaan (21/3/2023). Foto: RRI/Sdw
KBRN, Sendawar: Karyawan PT Energi Batu Hitam (EBH) dan Riung Mitra Lestari (RML) kembali melayangkan somasi kepada Kapolres Kutai Barat, AKBP Heri Rusyaman, Rabu (22/3/2023).

Surat somasi terbuka ini ditandatangani Ketua Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) Dingin Marselinus Hendro, Kepala Adat Kampung Dingin Robertus Syahrun, Kepala Adat Kampung Lotaq Nyango dan Kepala Adat Kampung Muara Lawa, Hanit.

Somasi ini dibuat usai pertemuan dengan pihak kepolisian di Mapolres Kubar, Selasa (21/3) sore.

Menurut mereka, dalam pertemuan itu, Wakapolres Kubar Kompol I Gede Dharma Suyasa berjanji untuk segera menyelesaikan kasus penutupan sepihak operasional PT EBH oleh Erika Siluq dan sejumlah warga kampung Dingin, Kecamatan Muara Lawa.

Pasalnya, akibat penutupan itu, perusahaan berhenti operasi dan karyawan dirugikan karena tidak bekerja hampir dua bulan terakhir.

Mereka pun mendesak pihak kepolisian untuk menyelesaikan kasus itu dalam 3 hari, paling lambat 29 Maret 2023.

“Ya kami yang buat surat itu. Karena kami hanya mau supaya bisa kerja kembali,” kata Dompeng, koordinator lapangan saat dikonfirmasi RRI, Kamis (23/3/2023).

BACA JUGA:

Berikut 4 tuntutan yang dilayangkan warga melalui surat tersebut.

  1. Akan melaksanakan aksi demonstrasi kembali di Polres Kutai Barat untuk menagih janji Polres Kutai Barat.
  2. Mengajukan piring putih kepada Lembaga Adat Besar Kutai Barat untuk dilakukan sidang adat antara warga/karyawan Kecamatan Muara Lawa dengan Kapolres Kubar terkait perkara “menagih janji”.
  3. Warga/karyawan akan memaksa masuk bekerja kembali di wilayah PT. Energi Batu Hitam, apabila terjadi kerusuhan maka akan menjadi tanggung jawab Polres Kutai Barat.
  4. Upaya yang kami lakukan adalah semata-mata untuk kepentingan menafkahi keluarga kami. Dimana pemerintah wajib mensejahterakan masyarakat sesuai UUD 1945.
BACA JUGA:

Surat somasi ini terkesan ada unsur intervensi hukum dan provokatif karena ada ancaman terbuka yang dilayangkan karyawan.

Hal itu merujuk pada poin 3 yang menyebut “ apabila terjadi kerusuhan maka akan menjadi tanggung jawab Polres Kutai Barat,”.

Ironinya malah didukung 3 kepala adat dan ketua BPK kampung Dingin, yang nota bene sebagai unsur pemerintahan di tingkat kampung.

Kepala adat Lotaq, Nyango yang diminta tanggapan soal ‘ancaman’ itu mengaku tidak tahu menahu adanya isi tuntutan dalam poin 3 tersebut.

“Itu keliru bahasa begitu, sebenarnya kalau saya sempat melihat bahasa seperti itu, memang saya sanggah, saya tidak mengesahkan itu,” ucap Nyango.

“Karena mereka minta tandatangan saya tadi malam, saya nda baca itu,” tambah dia.

Nyango mengaku ikut mendesak kepolisian mempercepat proses hukum terhadap 6 warga Dingin yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Kubar.

Tetapi karena sudah di ranah hukum negara, maka harus dihormati semua pihak.

“Saya juga pernah urusan hukum adat, cuma yang namanya proses hukum itu tidak bisa secepatnya. Bukan begitu lapor langsung selesai, nda bisa begitu. Makanya kita hormati,” ungkapnya.

BACA JUGA:


Sementara kepala adat Dingin, Robertus Syahrun yang dikonfirmasi melalui pesan singkat maupun telpon seluler, belum memberi jawaban.

Sedangkan Koordinator lapangan, Dompeng, yang diklarifikasi soal ancaman kerja paksa di poin 3, mengaku tuntutan itu dibuat atas inisiatif karyawan. Bukan perintah perusahaan.

“Itu atas nama karyawan aja,” katanya.

Dia kembali menegaskan bahwa, karyawan hanya ingin kembali bekerja.

“Soal mereka punya urusan atau tuntutan pihak lain itu kami tidak menghilangkan,” tandas Dompeng.

BACA JUGA:

Pengacara PT EBH, Thomas Ngau belum memberikan tanggapan atas surat somasi tersebut.

Begitu juga dengan Kapolres Kubar, AKBP Heri Rusyaman yang dikonfirmasi melalui pesan singkat, belum memberikan jawaban.

Adapun surat somasi ini juga ditembuskan kepada Kapolri, Kapolda Kaltim dan Kapolsek Muara Lawa.

Sementara itu pengacara Erika Siluq dan warga kampung Dingin, Sastiono Kesek merasa prihatin dengan sikap kepala adat di 3 kampung setempat.

“Mereka lebih membela perusahaan yang merusak lingkungan yaitu sungai-sungai dari pada dia membela masyarakat yang terkena dampak dari kerusakan sungai ini,” ujar Sastiono.

Dia menilai, para kepala adat itu terkesan jadi kepala adat perusahaan dan karyawan.

“Karena dia lebih mementingkan karyawan dalam melaksanakan fungsinya sebagai kepala adat. Dia lupa bahwa sungai yang kami tuntut itu adalah wilayah adat. Sungai-sungai itu adalah tempat masyarakat mencari penghidupan,” katanya.

“Kami menolak upaya kepala adat yang menggangu perjuangan kami. Kepala adat akan dihormati apabila bergabung melawan para perusak alam, para perusak wilayah adat,” sambung suami Erika Siluq tersebut.

BACA JUGA:

Sastiono mengaku sejak awal warga tidak mau melibatkan kepala adat Dingin karena yang bersangkutan memiliki ikatan bisnis dengan perusahaan.

“Kami memang tidak melibatkan kepala adat Dingin karena dia ada bisnis di PT EBH yaitu bisnis catering. Jadi kami tau dia tidak akan netral dan akhirnya terbukti dia bertindak sebagai kepala adat PT. EBH,” klaim Sastiono.

Sebelumnya Kepala Adat Kampung Dingin Syahrun meminta pihak kepolisian memfasilitasi penyelesaian sengketa lahan antara pemilik tanah yang belum dibebaskan dengan perusahaan.

Dia mengatakan karyawan PT EBH dan RML hanya mau perusahaan beroperasi lagi sehingga mereka bekerja kembali.

“Kami hanya ingin warga masyarakat ini bisa kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, itu aja. Kalau masalah kasus silakan. Karena semua tanah yang ada itu tidak berkasus. Akses jalan EBH itu jangan ditutup, biar bisa operasional seperti biasa, jangan menyakiti orang banyak, kasihan perut mereka,” ucap Robertus Syahrun usai pertemuan di Kantor Polres Kubar, Selasa (21/3/2023).

Sementara Wakapolres Kubar, Kompol I Gede Dharma mengaku akan segera berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, agar persoalan sengketa lahan itu segera diselesaikan.

“Kami akan segera mengkoordinasikan masalah ini dengan Pemerintah Daerah, DPRD, Lembaga Adat Besar, dan seluruh unsur Forkopimda. Kami akan bersurat secara resmi,” tukas Wakapolres.