KBRN, Sendawar: Kepolisian Resor Kutai Barat (Kubar) telah menetapkan 5 orang sebagai tersangka, dalam kasus sengketa lahan antara PT Energi Batu Hitam (EBH) dengan warga kampung Dingin Kecamatan Muara Lawa Kabupaten Kutai Barat.
Yakni Priska, Erika Siluq, Misen, Ferdinand S Liing serta Dominikus Gusman Manando.
Ke lima warga Muara Lawa ini dilaporkan oleh perusahaan tambang batubara PT EBH, karena merasa dirugikan dengan penutupan kantor hingga jalan tambang yang dilakukan warga.
Erika Siluq salah satu tersangka mengaku alasan warga melakukan penutupan kantor hingga blokade jalan tambang karena PT EBH tidak memiliki itikad baik menyelesaikan tuntutan para pemilik lahan.
“Warga menutup kantor perusahaan karena tidak ada kepastian dan tanggung jawab dari perusahaan. Selalu mengarahkan kepada pimpinan di Jakarta, sehingga penutupan kantor PT EBH dilakukan,” ungkap Erika Siluq kepada RRI Sendawar, Minggu (12/3/2023).
Perempuan yang memimpin ormas Gerakan Pemuda Dayak (Gerdayak) Kaltim ini mengatakan, warga kampung Dingin tidak mungkin asal menutup kantor perusahaan jika PT EBH mau berkomunikasi baik dengan masyarakat.
“Kami harus menjelaskan alasan kami menutup kantor dan itu menjadikan kami pidana. Padahal perusahaan tidak bisa bertanggung jawab secara manajemen, karena pengambil keputusan selalu tidak ada di tempat,” ucap Erika.
Baca Juga:
Erika Siluq bersama kakaknya Priska, serta Ferdinand Liing dan Misen disangkakan melanggar Pasal 335 Ayat 1 ke satu KUHP, subsider Pasal 167 Ayat 1 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan.
Yaitu “barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan baik terhadap orang itu sendiri atau orang lain” Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 4.500.
Erika Cs juga disangkakan Pasal 167 Ayat 1 KUHP yang menyatakan:
“Barang siapa dengan melawan hak orang lain masuk dengan memaksa kedalam rumah atau ruangan yang tertutup atau pekarangan, yang dipakai oleh orang lain, atau sedang ada di situ dengan tidak ada haknya, tidak dengan segera pergi dari tempat itu atas permintaan orang yang berhak atau atas nama orang yang berhak, dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda paling banyak Rp 4.500,”.
Baca Juga:
Meski begitu Erika Siluq, Priska, Misen dan Ferdinand Liing tidak dikenakan pasal Perintangan atau menghalangi kegiatan perusahaan.
Pasal itu hanya dikenakan untuk tersangka Dominikus Gusman Manando.
Dia diancam Pasal 162 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang telah diubah dalam paragraf 5 Pasal 39 angka 2 halaman 222 Undang- undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja.
Yang menyatakan “ Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR atau SIPB yang telah memenuhi syarat-syarat” diancam pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 100 juta.
Baca Juga:
Sebelumnya Polres Kubar menetapkan 5 warga kampung Dingin Kecamatan Muara Lawa sebagai tersangka sejak Sabtu (11/3/2023.
Hal itu juga dibenarkan Sastiono Kesek, pengacara Erika Siluq dkk.
“Pada hari Sabtu Tanggal 11 kemarin jam 08.00 malam itu kami menerima panggilan kepada 5 orang klien kami yang saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka melanggar Pasal 335 Ayat 1, Pasal 167 KUHP,” ungkap Sastiono Kesek kepada RRI di Sendawar, Minggu (12/3/2023).
Baca Juga:
Diketahui sengketa lahan antara warga kampung Dingin dan PT EBH berlangsung sejak Juli 2022.
Warga menuding PT EBH membangun gudang bahan peledak atau handak terlalu dekat dengan ladang mereka.
Kemudian ada tanam tumbuh yang rusak akibat tertutup longsoran tanah dari jalan hauling batu bara.
Priska Cs lalu menuntut ganti rugi tetapi belum pernah ada kata sepakat dengan PT EBH.
Akhirnya pada awal Februari 2023, warga nekat menutup kantor perusahaan dan dilanjutkan dengan blokade jalan tambang.
Kedua belah pihak sempat dimediasi pihak kepolisian dan bupati Kubar FX.Yapan.
Namun dua kali mediasi itu berakhir buntu, karena perusahaan tak sanggup memenuhi tuntutan warga.
Baca Juga: