KBRN, Mataram: Pariwisataan modern bisa muncul dari mana saja. Melalui sebuah pertunjukan seni, tapi memunculkan keutungan turunan di tingkat pelaku usaha perhotelan, restoran dan transportasi.
Saat ini, desa wisata pun bisa punya dampak turunan karena sudah menjadi pusat perhatian para wisatawan. Atas keindahan, budaya lokal hingga keramahan penduduk setempat.
Melihat hal itu, Kementerian Pariwisata menggandeng Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi). Untuk bekerja sama menciptakan percepatan pengembangan desa wisata dan rumah inap berbasis teknologi.
Untuk rumah inap sedang berkembang di kalangan generasi milenial, seperti Hubud (Hub in Ubud) di Ubud, Bali sebagai co–working space atau nomad hubs. Selama di Ubud tetap bekerja sebagai karyawan yang produktif walau tidak bekerja di kantor asal tersedia WiFi.
Di Jawa, desa yang membuktikan menjadi magnet wisatawan adalah Goa Pindul di Gunung Kidul (DI Yogyakarta) dan mata air Desa Ponggok di Klaten (Jawa Tengah). Di Goa Pindul, wisatawan bisa melihat goa kapur dengan melakukan penelusuran memakai alat renang.
Sementara, di Ponggok, mendapat prestasi keluar dari kemiskinan lewat pendapatan desa yang miliaran rupiah per tahun dari pariwisata. Wisata Desa Ponggok sangat sederhana hanya genangan mata air yang penuh diisi ikan.
Namun, bisa mendatangkan penghargaan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Atas pendapatan 10 miliar pada 2016 dan 12 miliar pada 2017.
Berkaca dari keberhasilan warga Desa Ponggok mengelola pariwisata ditambah upaya Pemkab Banyuwangi, Jawa Timur. Yakni mengembangkan pariwisata melalui desa teknologi.
Kementerian Pariwisata menggarap kawasan lintas batas berdasar duplikasi pengelolaan wisata desa yang sudah lebih dulu eksis. Mengembangkan potensi lokal, dan memanfaatkan teknologi, harapannya, desa-desa di perbatasan bisa menjadi sentra ekonomi baru.
Mulai 2019, Pemprov NTB mendorong 99 desa di Pulau Sumbawa dan Lombok menjadi desa wisata. Sebagai percontohan yang dapat diduplikasi dari Desa Setanggor (Lombok Tengah).
Desa yang berjarak hanya lima kilometer dari Bandara Internasional Lombok dan punya sumber daya alam serta budaya. Misalnya, lokasi Inan Bengak, sebuah areal persawahan yang menghijau oleh tanaman padi dan palawija berlatar panorama Gunung Rinjani.
Walau baru sebatas langkah kecil, kegiatan wisata di Setanggor sudah membawa perubahan ekonomi bagi warga setempat. Ke depan, desa ini siap memanggil wisatawan lebih banyak lagi.