KBRN, Jakarta: Presiden Joko Widodo (Jokowi) meyakini, mayoritas segmentasi pemilih dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 cocok dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Menurutnya, berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) populasi pemilih pada Pemilu 2024 hampir 60 persen adalah anak muda.
Demikian disampaikannya dalam sambutan pada puncak perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-8 PSI, di Djakarta Theater, Jakarta, Selasa (31/1/2023). "Tadi pagi saya tanya ke Kemendagri berapa sih pemilih berumur 17 sampe di bawah 40?," kata Presiden.
"Ada 60 persen kurang sedikit, 60 persen kurang sedikit, itu anak-anak muda semuanya dan pasar segmen sebesar itu. Itulah yang memang harus disasar dan didapatkan oleh PSI dan menurut saya sangat cocok sekali dengan PSI," ujarnya.
Untuk menggaet, Presiden menyarankan PSI untuk jeli mengangka isu-isu yang sesuai dengan pemilih muda. "Jangan mengangkat isu-isu yang tidak disukai anak-anak muda kita," ucapnya.
Presiden pun memberikan saran kepada PSI agar tidak mengikuti isu dari partai lain. Kepala Negara menegaskan, PSI harus menjadi Trendsetter (penceus awal) bukan follower (pengikut).
"PSI harus memiliki diferensiasi kalau dibandingkan partai-partai lain. Jangan ngikutin mereka, isunya jangan ngikutin mereka," katanya.
"Jangan jadi follower tapi harus jadi trendsetternya. Dapat pasti dapat," ucapnya.
Presiden kemudian bercerita tentang dirinya yang berani membuat terobosan baru saat maju di Pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Saat itu, ia berkampanye yang saat itu ikonnya menggunakan kemeja kotak-kotak.
"Ingat saya ini bukan siapa-siapa, dari Solo, ndeso (desa), masuk ke Jakarta yang kota besar. Saya melihat saat itu ada peluang," ujarnya.
"Karena setiap pemilihan pilkada di mana pun selalu calonnya itu pakai jas, pakai dasi, pakai peci. Enggak ada yang berani keluar dari situ," ucapnya.
Presiden menyebut saat itu ia memberanikan diri tampil beda. meskipun ia mengetahui jika risikonya bisa kalah.
"Saat itu saya ingat menyiapkan dengan Pak Ahok, baju kotak-kotak, nggak ada yang berani membuat trend seperti itu. Itu ada risikonya, risikonya bisa kalah kalau keliru," katanya.