KBRN, Palangka Raya: Presiden Republik Indonesia sampai
Gubernur Kalimantan Tengah berulang kali menekankan pentingnya upaya pencegahan
dalam menghadapi kemarau tahun 2023 yang akan dipengaruhi El Nino.
Plt. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Tengah yang diwakili Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Merty Ilona, mengatakan pihaknya sudah menyiapkan anggaran baik dari APBD maupun tugas pembantuan APBN untuk menjalankan program yang dapat menekan kejadian kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kalteng.
Merty Ilona yang ditemui usai menjadi salah satu narasumber dalam kegiatan Diskusi Publik berjudul “Pencegahan Karhutla di Tengah El Nino 2023” mengatakan dalam program yang direncanakan pihaknya mengedepankan mitigasi dan pencegahan.
Menurutnya, sejak tahun 2016 Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD) melalui dana APBN telah melakukan pembinaan kepada masyarakat desa di wilayah gambut.
“Upaya bagaimana kita memberdayakan masyarakat untuk ikut serta dalam hal melakukan pencegahan dan mitigasi itu tadi, diantaranya kita ada penganggaran dari aset-aset yang sudah banyak kita berikan bagaimana itu bisa diaktifkan, dilakukan patroli, dipastikan alat itu berfungsi, serta memastikan air yang di kanal itu bisa ditahan supaya bisa membasahi gambutnya,” ujarnya kepada RRI, Kamis (23/3/2023).
Merty Ilona menambahkan besaran APBD yang digunakan untuk upaya pencegahan Karhutla tahun ini sebesar Rp1,1 milyar. Selebihnya, pihak Badan Restorasi Gambut (BRG) juga menganggarkan sebesar Rp2,4 milyar untuk pelaksanaan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau hujan buatan saat kemarau di Kalteng.
Di pihak lain, menurut Direktur Eksekutif Wahan Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Tengah, Bayu Herinata, upaya pencegahan karhutla oleh pemerintah daerah di lapangan belum berjalan optimal. Menurut Walhi Kalteng, kesiapan menghadapi Karhutla masih di tataran penanganan ketika sudah terjadi kebakaran lahan dan bukannya pencegahan sebelum adanya karhutla.
Direktur Eksekutif Walhi Kalteng ini juga menyoroti soal besarnya anggaran untuk biaya membuat hujan buatan dengan menabur garam di awan saat kemarau. Menurutnya, anggaran yang besar tersebut lebih baik dialokasikan untuk mengoptimalkan peralatan maupun insentif bagi masyarakat peduli api (MPA) yang ada di titik lokasi rawan Karhutla.
“Karena tantangan di implementasi sebenarnya. Biar pun perencanaan baik di atas, tapi tidak operasional di bawah akan sulit juga. Jadi untuk pencegahan dengan sumur bor dan sebagainya, daripada nyewa alat yang banyak dan butuh biaya besar kayak helikopter dan lain-lain. Untuk membuat rekayasa cuaca dengan tabur garam itu kan besar besar biayanya, kenapa tidak kita ubah polanya dengan melibatkan masyarakat. Jadi MPA yang sudah terbentuk itu yang dioperasionalkan, mereka yang diberi insentif untuk melakukan upaya-upaya pencegahan,” katanya.
Bayu Herinata mengatakan dalam Diskusi Publik pihaknya mengundang para pihak yang dinilai berperan penting dalam pencegahan Karhutla diantaranya Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD) dan Dinas Perkebunan.
Menurutnya TRGD seharusnya berkontribusi signifikan mencegah Karhutla dengan melakukan pembasahan lahan gambut. Selain itu, Dinas Perkebunan juga seharusnya memiliki strategi dan upaya pengawasan terhadap perusahaan besar swasta perkebunan kelapa sawit yang selama ini diidentifikasi oleh Walhi sebagai salah satu aktor penyebab utama Karhutla di Kalteng.