KBRN, Jakarta:Informasi bahwa cadangan nikel Indonesia akan habis, dinilai merupakan situasi yang saat ini benar terjadi. Hal itu diungkapkan Tenaga Ahli Menteri Investasi dan BKPM, sekaligus Ketua Umum ASPEBINDO, Anggawira.
"Kalau bicara cadangan nikel, tentunya dari apa yang disampaikan oleh Menteri ESDM. Dan saya rasa ini sebuah situasi yang menggambarkan cadangan yang sudah terbukti," kata Anggawira dalam perbincangan Pro3 RRI, Selasa (19/9/2023).
Anggawira mengatakan situasi saat ini juga sebagai gambaran nikel yang Indonesia miliki harus lebih dioptimalkan. Salah satunya, dalam hal pemanfaatan untuk menumbuhkan industri dalam negeri.
"Artinya, jangan sampai nikel yang sudah ada di Indonesia tidak optimal pemanfaatannya, contohnya selalu mengeksplor bahan mentah. Ini yang saya rasa statment Menteri ESDM yang ingin disampaikan, soal optimalisasi," kata Anggawira.
Maka dari itu, Anggawira menyatakan perlu cara sistematis serius yang dilakukan Pemerintah. Hal itu dilakukan agar Indonesia bisa lebih fokus membangun industri dalam negeri.
"Ini yang akhir-akhir sedang dilakukan Pemerintah terus berkoordinasi dengan pihak terkait. Harapannya bisa mengoptimalkan potensi yang ada melalui berbagai regulasi," katanya kembali.
Menteri Investasi atau Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, sendiri menyatakan bahwa belum ada kajian teknis soal sisa umur cadangan nikel tanah air. Bahkan ia tidak sepakat jika cadangan nikel Indonesia diklaim hanya sisa 15 tahun lagi, dan menduga ungkapan tersebut hanya persepsi.
Oleh karena itu, Koordinator Jaringan Tambang, Melky Nahar, mengatakan Pemerintah juga harus memikirkan ruang hidup, dan produksi masyarakat. Terutama bagi masyarakat yang berada di sekitar tempat pembongkaran nikel tersebut.
"Tidak hanya sebatas usia nikel ini panjang atau pendek, tetapi gimana ruang hidup dan produksi masyarakat setempat itu justru dikorbankan. Jadi itu harus dipikirkan," katanya.
Melky menegaskan bahwa sampai saat ini terbukti masih banyak warga yang kesulitan, dan menjadi korban akibat pembongkaran nikel. Dan menurutnya keuntungan pembongkaran, bukan untuk warga tetapi untuk pihak industri.
"Indonesia tidak pernah mempertimbangkan aspek-aspek lain sebagai sumber kehidupan warga kebanyakkan. Ujungnya yang mendapatkan untung bukan warga tetapi industri itu sendiri," kata Melky.