KBRN, Jakarta: Presiden Joko Widodo berharap Institut Pertanian Bogor (IPB) semakin berkontributif untuk memecahkan permasalahan dan kemajuan bangsa. Hal itu dikatannya, saat menghadiri Dies Natalis ke-60 IPB, di Kampus IPB Dramaga, Kabupaten Bogor, Jumat (15/9/2023).
"Saya sampaikan kepada keluarga besar IPB selamat Dies Natalis ke-60. Semoga IPB semakin jaya dan kontributif untuk memecahkan permasalahan bangsa dan berkontribusi untuk kemajuan bangsa," kata Presiden dalam pidatonya.
Kepala Negara pun bercerita banyak pihak yang mengatakan dirinya menakut-takuti ketika berbicara potensi berbagai tantangan-tantangan ke depan. Baik soal krisis energi, pangan, ekonomi, hingga soal disrupsi teknologi.
Berbagai negara menghadapi tantangan yang sama, baik berbagai krisis hingga kemajuan teknologi seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Meski demikian, ia pun meminta semua pihak untuk tidak takut mengadapi berbagai tantangan tersebut.
Presiden pun memberikan contoh berbagai ancaman krisis pangan yang relevan dengan IPB. Ia mengungkapkan, jumlah penduduk dunia semakin meningkat, tak terkecuali Indonesia yang meningkat 1,25 persen.
Kemudian ada ancaman perubahan iklim, kemarau seperti sekarang orang sudah mulai bingung karena ada super El Nino. Kemudian kenaikan suhu, kenaikan air laut," ujarnya.
"Kalau kita pikirkan secara ini ya khawatir, tapi saya kira tidak perlu khawatir. Yang paling penting solusinya seperti apa," ucapnya.
Presiden pun menyebut masalah krisis pangan yang masih terjadi hingga saat ini. Salah satunya gandum akibat geopolitik yang semakin memanas, rivalitas antara negara-negara besar, hingga Ukraina-Rusia yang.
Ia turut menceritakan ketika bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Rusia, Vladimir Putin. Dari pertemua tersebut, ia menyebut terdapat sekitar 207 juta ton gandum dari kedua negara tersebut tidak bisa keluar.
"Terus kalau berhenti yang biasanya diekspor (negara yang ekspor gandung dari Ukraina dan Rusia) makan apa?. Itulah konteks geopolitik yang berhubungan dengan krisis pangan," katanya.
"Di Eropa harga gandum naik, di Afrika harga gandum naik, di Asia harga gandum naik. Kita semuanya rakyatlah yang dirugikan," ujarnya.
Hal itu diperparah dengan sejumlah negara yang sudah membatasi ekspor sejumlah komoditas pangan mereka. Hal ini dilakukan untuk mengamankan stok dalam negeri dan rakyat mereka masing-masing.
"India baru saja stop ekspor beras, akibatnya harga beras naik di semua negara. Kita mau memperbesar cadangan strategis beras kita, mau impor juga barangnya sulit didapatkan tidak seperti yang lalu-lalu," katanya.
"Ini semua kenyataan yang harus kita hadapi, harus kita sadari, Kita terima, dan yang paling penting kemudian kita antisipasi. Apa yang harus kita kerjakan?, nah ini tugasnya IPB," ujarnya.