KBRN, Jakarta : Ditjen Sumber Daya Alam (SDA) Kementerian PUPR terus melakukan antisipasi dan mitigasi terhadap dampak kekeringan kemarau 2023. Berdasarkan prediksi BMKG musim kemarau tahun ini sudah mulai berlangsung sejak Maret dengan titik puncak pada Agustus-September 2023.
Plt Dirjen Sumber Daya Air PUPR Jarot Widyoko mengatakan sebagai langkah antisipasi kekeringan pada musim kemarau tahun ini diprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan air bersih. Khususnya air bersih untuk konsumsi masyarakat, baru setelah itu untuk irigasi lahan pertanian.
"Kepala Balai sudah bergerak. Yang menjadi prioritas adalah pembuatan rehabilitasi dan pemeliharaan untuk sumur-sumur yang ada," kata Jarot, di Jakarta, Senin (7/8/2023).
"Kami juga melakukan pengaturan bendungan, embung yang ada pintu-pintunya. Kami koordinasi dengan Cipta Karya dan pemda untuk mengedrop air dengan tangki-tangki air," kata Jarot Widyoko lagi.
Kekeringan secara umum berdampak pada pemenuhan kebutuhan air bagi wilayah dengan tingkat intensitas hujan rendah. Yakni daerah-daerah seperti Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali, Maluku, Sulawesi Selatan, dan Papua.
Untuk daerah-daerah tersebut, Jarot mengatakan bahwa PUPR membuat sumur bor dengan terlebih dahulu melakukan pengkajian potensi sumber air di sekitar. Ini mengingat curah hujannya relatif sedikit sehingga cadangan air tanah terbatas.
"Pada tahun ini kami membangun 37 sumur bor baru yang tersebar di 19 provinsi. Selain itu juga melakukan rehabilitasi 25 sumur bor eksisting di 11 provinsi," ucapnya.
Kementerian PUPR juga melakukan kegiatan operasi dan pemeliharaan seluruh sumur eksisting. Yakni sekitar 8.213 sumur bor dengan kapasitas 72,02 m3/detik.
Saat ini tengah dilakukan pemantauan terhadap kondisi 13 waduk utama terkait dampak kekeringan. Yakni wadik Jatiluhur, Jatigede, Kedung Ombo, Batu Tegi, Wadas Lintang, Wonogiri, Karang Kates, Bili Bili, Wonorejo, Paselloreng, Bintang Bano, Kalola, dan Tapin.