KBRN, Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) membeberkan kasus kekerasan seksual berbasis online terhadap perempuan dan anak. Kasus kekerasan seksual yang sudah merambat ke dunia maya itu berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Ratna Susianawati mengatakan, pihaknya terus melakukan koordinasi untuk dapat mengatasi kasus tersebut sedini mungkin. Koordinasi terkait pencegahan, penanganan hingga sanksi hukum terhadap korban kekerasan berbasis online.
"Bagaimana menjawab persoalan kekerasan yang sekarang ini adalah kekerasan seksual berbasis online, sekarang ini kita terus melakukan koordinasi. Demi mewujudkan pencegahan, penanganan, pelanggaran hukum terhadap korban kekerasan seksual," kata Ratna dalam diskusi 'Memahami Undang-Undang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual), di Auditorium Yusuf Ronodipuro, RRI Jakarta, Selasa (18/7/2023).
KemenPPPA, lanjut Ratna, juga memantau, sikap para korban kekerasan pelecehan seksual yang masih takut untuk melaporkan kasus kekerasan seksual yang menimpa mereka. Menurutnya, hal itu lantaran pelecehan seksual sudah menjadi stigma yang dapat membuat seseorang menjadi malu dan takut dianggap aib.
"Korban enggan, korban-korban malu dianggap stigma, padahal kalau kita bicara dampak itu luar biasa. Korban kekerasan seksual harus menjalani pemulihan yang cukup lama, tidak bisa jangka pendek," kata Ratna, mengungkapkan.
Oleh karena itu, Ratna berharap UU TPKS ini dapat memberikan semangat masyarakat untuk mendapatkan hak-hak hidupnya. Mulai dari aspek hukum hingga sosial.
"Semangat dari undang-undang ini adalah memberikan pemenuhan atas hak kepada keluarganya. Jadi semangat dari lex specialis undang-undang itu kepentingan terbaik bagi korban, tujuannya adalah memastikan Indonesia bebas kekerasan seksual," ujar Ratna.