Nasional

Launching Buku Nikel Indonesia Kunci Perdagangan Internasional

Oleh: Dyan Parwanto Editor: Atang Basuki 15 Jul 2023 - 20:19 Yogyakarta
Launching Buku Nikel Indonesia Kunci Perdagangan Internasional
Launching Buku 'Nikel Indonesia Kunci Perdagangan Internasional', di Gramedia Sudirman, Yogyakarta, (ki-ka) Dosen Fakultas Hukum Yance Arizona, Trade Lawyer dan penulis buku Nikel Indonesia Kunci Perdagangan Internasional Elisa Sugito, Ketua Umum PB HMI Raihan Ariatama, Lawyer dan moderator peluncuran buku Retno Susanti, dan Hakimul Ichwan Direktur Institute dor Democrazy and Wellfarizm (IDW) Yogyakarta (Foto: RRI/Dyan)

KBRN, Yogyakarta: Indonesia, sebagai penghasil Sumber Daya Alam yang cukup besar salah satunya Nikel memiliki peluang besar untuk mensejahterakan rakyatnya.

Sebagaimana hal tersebut ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3)bahwa  bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 

Berangkat dari potensi penghasil nikel terbesar di Indonesia, Elisa Sugito seorang Trade Lawyer, meluncurkan bukunya 'Nikel Indonesia Kunci Perdagangan Internasional', di Gramedia Sudirman, Yogyakarta.

Elisa mengatakan, sebagai penghasil nikel terbesar di dunia, jika sumber daya alam tersebut dikelola dengan baik, seharusnya rakyat ataupun generasi muda tidak perlu susah-susah mencari pekerjaan.

"Karena kita penghasil nikel terbesar di dunia tapi pertanyaannya, karena pengelolaannya ini masih belum well manajemen akhirnya orang-orang kayak saya yang mungkin usianya di atas 22 tahun yang baru lulus kuliah itu akan susah nyari kerjaan, padahal kita punya sumber dayanya," kata Elisa, Jumat (14/7/2023).

Wilayah penghasil sumberdaya alam diungkapkan Elisa, justru rata-rata berpenduduk miskin dengan minat baca rendah.

"Di sini saya mencoba untuk menggali nikel karena ini seksi maka saya ambil tesisnya mengenai nikel, tahun 2019 saya masuk S2 UI di sini saya bertemu dengan yang kalimat trade word atau perang dagang karena saya kelasnya HPI. Membahas perang dagang dan pada saat itu Eropa menggugat Indonesia, karena posisinya Indonesia melarang melakukan ekspor ore nikel yang konsentratnya di bawah 1,7," ucap Elisa.

Dengan potensi Nikel yang dimiliki, seharusnya lanjut Elisa, dengan pengelolaan yang baik Indonesia seharusnya dapat menjadi negara yang kaya.

"Saya ingin menyajikan referensi tentang hukum perdagangan internasional yang jarang sekali saya dapatkan, dan kalaupun saya harus mendapatkannya adalah berbahasa Inggris. Jadi saya ingin mendistribusikan dengan bahasa yang bisa dibaca oleh teman-teman dengan mudah itu aja jadi ini buat referensi lah untuk Hasanah ilmu pengetahuan khususnya di hukum perdagangan internasional," ujar Elisa.

Direktur Institut of Democrazy and Welifarism Yogyakarta yang juga Dosen Fisipol UGM, Hakimul Ichwan mengungkapkan, negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam, termasuk Indonesia yang saat ini memiliki sekitar 22persen kekayaan nikel dari seluruh Dunia, dari sejarah hingga hari ini tidak selalu bahkan mayoritas masuk negara yang tidak sejahtera.

Bahkan diungkapkan Hakimul, berdasarkan riset selama 15tahun yang telah dilakukan Acemoglu dan Robinson menunjukkan argumen, bahwa negara sejahtera, maju, dengan perkapita tinggi justru bukan negara yang memiliki sumberdaya alam. 

Semisal Amerika, yang tandus dan tidak ada sumberdaya yang menjanjikan sehingga dijelaskan Hakimul, tidak dilirik penjajah Spanyol maupun Portugis dan lebih memilih Amerika Latin karena memiliki sumberdaya alam yang kaya.

"Acemoglu punya Dua kesimpulan yang penting, jawaban atas kemajuan atau kesejahteraan suatu negara pada dua hal pertama politik yang inklusif, dan sistem ekonominya yang ekstraktif. Dua kata kunci yang tidak bisa berdiri sendiri-sendiri," ucap Hakimul.

Sedangkan, Dosen Fakultas Hukum UGM, Yance Arizona mengungkapkan, Nikel saat ini menjadi barang eksklusif di Indonesia, salah satunya dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah melalui Peraturan Menteri tahun 2019 untuk tidak dilakukan dulu aktivitas ekspor. Meski hal tersebut mendapatkan gugatan dari Uni-Eropa, sebagai salah satu bahan dasar pembuat baterai untuk motor penggerak bertenaga listrik.

Menariknya, hal tersebut diungkapkan Yance, menjadi upaya kebijakan ekonomi pemerintah untuk lebih protektif, khususnya di bidang pertambangan. Meski keterlibatan dunia luar bagi Indonesia tidak dapat terelakkan, sesuai interaksi perdagangan internasional yang sudah berlangsung cukup lama di Indonesia.

"Menarik sebenarnya sejak zaman kolonial, produk-produk kita sebagai kunci bahkan sejak Pala, Lada sejak zaman perdagangan dunia dengan aktor utama VOC," kata Yance.

Iapun menilai, selama ini Indonesia dalam sejarahnya keterlibatan dalam perdagangan internasional sebagai penyuplai produk bahan mentah. Sehingga dengan kebijakan yang dilakukan pemerintah sekarang dengan menahan ekspor untuk nantinya diolah di Indonesia menjadi langkah yang sangat bagus.

"Kalau menurut saya kebijakan yang diambil pemerintah, kalau melihat dalam sejarah kolonialisme itu sebenarnya kebijakan yang dekolonial. Mau mengakhiri praktik-praktik kolonialyang terus berlangsung di Indonesia," ucap Yance.

"Kita suplay karet, tapi tidak bikin bannya, dan dengan nikel sebenarnya pemerintah ingin menunjukkan sesuatu potensi yang besar, satu kebijakan yang relatif baru," tambahnya.

Namun, permasalahannya negara yang merasa dirugikan mengajukan gugatan, namun pemerintah Indonesia tengah mempertahankan kepentingan nasional. Sesuai janji konstitusi yang tertuang dalam UUD 45 Pasal 33 ayat 3.

"Itu yang tengah dilakukan pemerintah sesuai amanat konstitusi, namun kita tidak menjadi bagian dari perdagangan internasional. Ini sekarang ada tensi disitu, dan buku ini mencoba untuk melihat tensi tersebut," ujar Yance.