KBRN, Jakarta: Bulan Ramadan akan segera tiba, di mana semua umat muslim harus menjalankan ibadah puasa. Saat menjalankan puasa, kita juga dituntut menjalankan sahur, sebab makan sahur adalah makan yang penuh berkah.
Sahur (Sehur, Sehri, Sahari dan Suhoor) adalah sebuah istilah Islam yang merujuk kepada aktivitas makan pada dini hari. Hal itu dilakukan bagi yang akan menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadan.
Sahur dianggap sebagai manfaat berkah karena memungkinkan orang yang berpuasa untuk menghindari rasa malas yang disebabkan oleh puasa. Sebuah hadis di Sahih al-Bukhari, Anas bin Malik meriwayatkan, "Nabi bersabda, 'makan sahurlah karena ada berkah di dalamnya.'"
Maka dari itu, umat Islam harus mengetahui sejarah dan asal usul yang diperintahkan makan sahur. Dilansir dari berbagai sumber, asal-usul makan sahur ternyata bermula dari kisah seorang sahabat Nabi yang mengalami pingsan.
Pingsan yang dialami sahabat Nabi tersebut disebabkan karena ia sedang menjalankan puasa. Dikisahkan, tahun pertama puasa Ramadan, Kota Madinah kala itu sedang dalam kondisi panas-panasnya.
Meski sebagian sahabat sudah mafhum lantaran perintah serupa pernah ada dalam agama tauhid sebelumnya. Namun menahan lapar dan dahaga tetap saja bukan tantangan sembarang bagi masyarakat Arab.
Salah satu sahabat Nabi yang taat adalah Qais ibn Shirmah radhiyallahu 'anhu. Dengan penuh semangat ia menjalankan ibadah puasa tanpa sedikit pun mengurangi kebiasaannya bekerja di ladang.
Saat Maghrib pun tiba, sesampainya di rumah. Qais bertanya kepada Istrinya menu apa yang bisa disantap untuk berbuka.
"Maafkan aku, suamiku, tak ada satu makanan pun yang dapat dihidangkan hari ini. Tunggulah, aku akan mencarikannya untukmu," jawab istri Qais.
Tidak ada makanan yang tersedia, bukan perkara aneh. Sebab, dalam kebiasaan puasa sebelumnya tidak dikenal kesunnahan makan sahur dan berbuka.
Karena menunggu cukup lama, Qais pun tertidur. "Kasihan sekali wahai engkau, Qais," ucap lirih sang Istri sekembali pulang tanpa berani membangunkan.
Pagi harinya, Qais terbangun, ia menunaikan sholat Subuh dan langsung kembali bekerja di ladang. Hingga di tengah hari kemudian, terdengar kabar Qais jatuh pingsan.
Apa yang menimpa Qais sampai ke telinga Rasulullah SAW. Baginda Rasul bermenung, kemudian Allah Ta'ala menurunkan wahyu, Surat Al-Baqarah Ayat 187:
وَكُلُوۡا وَاشۡرَبُوۡا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَـكُمُ الۡخَـيۡطُ الۡاَبۡيَضُ مِنَ الۡخَـيۡطِ الۡاَسۡوَدِ مِنَ الۡفَجۡرِؕ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيۡلِ
"Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam." (QS Al-Baqarah Ayat 187)
Nabi Muhammad kemudian menyampaikan firman Allah tersebut kepada para sahabat. Beliau kemudian bersabda:
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ
Artinya: "Perbedaan antara puasa kita dan puasa ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) adalah makan sahur." (HR Muslim No 1096 dari 'Amr bin 'Ash)
Mendapat kabar baik yang disampaikan Nabi, para sahabat merasa lega dan gembira. Di masing-masing benaknya yakin, anjuran santap sahur itu makin menjelaskan bahwa Islam adalah sebenar-benarnya agama keselamatan.