KBRN, Surabaya : 29 Oktober mendatang merupakan peringatan Hari Psoriasis Sedunia dapat menjadi salah satu upaya untuk mengenal dan meningkatkan kewaspadaan terhadap Psoriasis.
Mengingat penyakit inflamasi sistemik terutama pada kulit yang bersifat kronis residif, dapat mengenai semua usia yang ditandai dengan gambaran klinik bervariasi berupa plak kemerahan yang ditutupi oleh sisik tebal putih seperti perak dan berbatas tegas.
Penderita Psoriasis Nunung mengaku mengetahui penyakit ini sejak usia 17 tahun dan menyatakan banyak yang tidak bisa menerima kondisinya hingga berpengaruh pada kondisi kesehatan jiwanya. ia pun meyakini bila diskriminasi tersebut turut dirasakan oleh penderita Psoriasis lainnya.
"Dulu itu lebih ke mental saya sih, ya. Karena kalau kumpul dengan orsang - orang itu saya suka malu sendiri lalu minder gitu karena kan tau sendiri kondisi kulit saya begini. Tapi itu awal - awal saja kalau sekarang sih sudah enggak", ujar wanita yang kini berusia 44 Tahun, Kamis (26/10/2023).
Sementara itu dr. Jose L A, G.Dip.Derm., Sp.KK, FINSDV dari National Hospital Surabaya mengungkapkan bila saat ini masih banyak terjadi diskriminasi ditingkat masyarakat terhadap penderita Psoriasis. mengingat hingga penyakit akibat autoimun ini dapat menyerang berbagai usia.
"Usia produktif atau usia kerja dan bebannya selalu disitu. Akibatnya mereka secara sosial akan terganggu karena kondisi ini. Beberapa komunitas masyarakat dan daerah juga muncul stigma tidak mau dekat, bersosial lalu tidak menerimanya sebagai pekerja karena banyak mitos yang bilang ini menular dan berbahaya", ujar lulusan University Of Singapore.
Selain itu dokter yang akrab disapa Jose ini turut menjelaskan bila terdapat gejala umum layaknya bagian kulit memerah yang terasa tebal, kering, dan bersisik kemudian kulit pecah-pecah yang terkadang bisa berdarah lalu kuku yang menebal dengan tekstur tidak rata ataupun sendi-sendi yang membengkak dan kaku dapat segera konsultasi pada dokter.
