KBRN, Singaraja: Burnout
merupakan suatu kondisi
Psikologi yang melibatkan respon berkepanjangan terhadap stresor interpersonal
kronis dalam suatu pekerjaan. Ada tiga dimensi utama dari burnout, yaitu: merasa kelelahan yang luar biasa, perasaan sinis,
pesimis, dan merasa ingin terpisah dari pekerjaan yang dilakukan disertai perasaan
yang tidak efektif dan kurang berprestasi (Maslach dalam Rossi & dkk,
2006).
Burnout dapat terjadi ketika seseorang mengalami tekanan yang berlebihan, beban kerja yang terlalu berat, atau ketika merasa terbebani oleh tugas dan tanggungjawabnya. Burnout dalam bekerja dapat mempengaruhi produktivitas, kesejahteraan dan kualitas hidup seseorang.
Seorang Psikolog di Bali, I Gde Dhika Widarnandana, M.Psi., saat berbincang di acara Jaga Malam Pro 2 RRI Singaraja, Kamis belum lama ini mengatakan dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya burnout adalah terjadinya penurunan kinerja, dimana performa semakin menurun lalu berimbas pada karir yang tidak mengalami perubahan maupun sulit berkembang. Burnout juga berpengaruh pada kehidupan seseorang baik diri sendiri maupun lingkungan sekitar entah itu keluarga maupun rekan akan berimbas ketika pekerjaan seseorang tidak selesai dan menumpuk lalu berimbas ke rekan lain.
“Seseorang saat mengalami burnout juga mengalami penurunan kualitas kehidupan, seseorang tersebut tidak bahagia atau tidak nyaman dalam pekerjaan itu,” ujar Dhika.
Pria yang berasal dari Gianyar Bali itu menambahkan, dampak akibat terjadinya burnout dalam organisasi adalah ketika karyawan mengalami burnout maka target perusahaan tidak tercapai, sehingga berimbas pada produktifitas dan omset yang menurun. Lingkungan kerja menjadi kurang kondusif, yang biasanya bisa mencapai target atau tujuan bersama malah menjadi tidak optimal.
“Untuk menghindari imbas tersebut, perlu menjaga keberlangsungan pekerja yang bahagia,” katanya menegaskan.
Psikolog muda yang juga Dosen Program Studi Psikologi Universitas Dhyana Pura ini memaparkan beberapa upaya untuk mengatasi burnout. Dari sisi individu dengan cara mengenali diri dan menerima, saat dirasa mengalami gejala dan tanda burnout dapat mencari bantuan profesional seperti Psikiater atau Psikolog. Bisa juga bertemu dengan pimpinan atau bagian HRD untuk mendiskusikan hal yang dialami dengan menyampaikan kendala ataupun beban kerja yang dirasakan. Selanjutnya, penting untuk mengatur batasan jam kerja, menetapkan batasan waktu dalam bekerja, dan menyempatkan diri untuk berekreasi.
Hal lain adalah melakukan evaluasi prioritas dalam bekerja, fokus pada tugas yang benar-benar memerlukan perhatian individu dalam bekerja, delegasikan tugas, apabila tugas dikerjakan secara tim, delegasikan tugas yang bisa dikerjakan oleh rekan tim untuk mengurangi beban kerja, istirahat dan rekreasi, menyempatkan diri untuk melakukan rekreasi dan istirahat secukupnya. Rekreasi dapat dilakukan dengan keluarga maupun mengunjungi tempat baru, dan terakhir mengelola stres, dapat dilakukan dengan mengelola pernafasan, yoga maupun aktivitas lain yang dirasa nyaman.
Sedangkan dari sisi perusahaan atau instansi dengan cara menyesuaikan beban kerja sesuai dengan SDM yang dimiliki serta rutin melakukan evaluasi, menyediakan profesional baik itu dari internal maupun eksternal yang dapat menjadi aspirasi atau tempat bercerita dari karyawan, dapat pula membuat program Employee Assistance Program, memberikan apresiasi kepada karyawan/pekerja yang berprestasi baik. Terakhir, setahun sekali membuat kegiatan gathering ataupun rekreasi dengan seluruh pegawai.
“Tetap bekerja sesuai dengan tugas yang harus kita lakukan dan berusaha untuk mencapai kinerja yang optimal, namun jangan lupa untuk menempatkan diri untuk meningkatkan kompetensi dan berikan juga waktu untuk diri berekreasi sehingga bisa lebih bahagia dan produktif,” katanya mengakhiri.