KBRN, Sragen: Warga Desa Kacangan, Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, dibuat heran dengan fenomena kematian sejumlah sapi sejak akhir Agustus 2023 lalu. Namun hasil pemeriksaan laboratorium Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKPPP) tidak menemukan adanya penyakit antraks.
Kabid Kesehatan Hewan DKPPP Toto Sukarno, mengatakan ada delapan ekor sapi yang dilaporkan mati ke Dinas secara bertahap di Desa Kacangan. Pihaknya juga telah mengambil sampel untuk mengetahui penyebab kematian sapi-sapi itu namun tidak ada tanda-tanda gejala antraks.
"Ya delapan ekor itu di Desa Kacangan semua, sampel sudah kita lakukan hasilnya negatif antraks," katanya dihubungi wartawan, Kamis (13/9/2023).
Pihaknya sempat mencurigai kematian sapi warga itu karena antraks. Bahkan isu itu sempat mencuat karena kematian ternak yang mendadak dan beruntun tanpa ada tanda-tanda sakit. Namun seiring hasil pemeriksaan negatif antraks, pihaknya menyebut, sapi itu mati karena cuaca ekstrem.
"Prediksi kami itu karena cuaca. Seperti kalau pagi dingin, siang panas dan malamnya dingin," ucapnya.
Pihak dinas dikatakan Toto juga sudah melakukan pemeriksaan sapi-sapi di desa Kacangan namun tidak ada tanda-tanda penyakit atau virus yang menyerang sebelumnya. Pihaknya menghimbau agar masyarakat tidak mengeluarkan ternaknya saat cuaca sedang terik, dan sebisa mungkin, asupan makanan ternak juga tercukupi.
"Kan saat ini musim panas dan ijon-ijon (rumput) kan juga sulit, jadi kurang asupannya. Daya tahan tubuh ternak jadi berkurang. Jangan terlalu lama dikeluarkan, kalau di luar panas nggak usah dikeluarkan saja biar tetap di kandang. Kalau dikeluarkan dari kandang, taruh di tempat teduh," pinta Toto Amanto.
Sementara itu dikonfirmasi terpisah, Kades Kacangan Kecamatan Sumberlawang, Ladiyo mengatakan, sapi mati mendadak di wilayahnya menjadi 10 ekor. Menurutnya sapi tersebut mati tanpa sebab dan tanpa adanya gejala sakit sebelumnya.
"Sapi yang mati mendadak menjadi 10 ekor. Kasus terakhir ya sudah seminggu lalu. Sama tidak ada gejala seperti sebelumnya. Itu masih makan seperti biasa tahu-tahu jatuh terus mati," terangnya saat dikonfirmasi wartawan, Rabu.
Sapi-sapi yang mati mendadak tersebut tersebar di tiga dukuh di Desa Kacangan. Yaitu sebanyak 6 sapi mati mendadak di Dukuh Toro Kidul, tiga ekor di dukuh Lemah Bedah dan satu ekor sapi mati di Dukuh Bonsari. "Itu milik peternak yang berbeda dari pemilik sebelumnya," ujar dia.
Sapi-sapi yang mati tersebut menurut Kades tidak dikonsumsi oleh warga setempat. Namun saat masih kejang-kejang ketahuan pemilik langsung disembelih. Sapi itu kemudian dijual ke jagal dengan harga yang sangat murah, antara Rp 500 ribu sampai Rp 3 juta.
"Itu sebelum mati langsung disembelih dan dijual ke jagal. Murah banget itu hanya lima ratus sampai tiga juta saja. Padahal kalau sehat sapi dewasa itu lebih dari Rp 15 juta per ekor. Pokoknya di atas Rp 10 juta," tandasnya.
Ditanya perihal penyebab kematian sapi warganya karena cuaca panas yang terjadi di Sragen Belakangan, Landiyo tidak membenarkan sepenuhnya. Sebab kematian sapi itu hanya di Kacangan, padahal di Sragen banyak peternak sapi.
"Panas banget ya tidaklah, karena banyak di sini ada ratusan sapi kok. Tapi ada pendapat lain, sapi itu dikasih makan pohon jagung yang dulu pernah disemprot pestisida. Tapi kalau keracunan kok tidak ada busa di mulutnya," pungkas Landiyo. MI