KBRN, Jakarta: Direktur RSAB Harapan Kita Ockti Palupi Rahayuningtyas mengatakan talasemia menjadi penyakit dengan beban pembiayaan cukup tinggi di Indonesia. Padahal, seharusnya penyakit talasemia dapat dicegah dan dikendalikan.
Ockti menyebut, talasemia memang merupakan penyakit kelainan genetik yang paling banyak terjadi di Indonesia. "Hal itu terbukti dari penelitian epidemiologi di Indonesia yang mendapatkan bahwa pembawa gen talasemia Beta berkisar 3-10 persen," kata Ockti kepada wartawan di RSAB Harapan Kita, Sabtu (12/8/2023).
Berdasarkan hasil penelitian di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, diperkirakan 20% dari jumlah penduduk Indonesia lahir dengan talasemia. Terbukti dari peningkatan jumlah pasien talasemia di rumah sakit, baik di RSAB Harapan Kita maupun di RS lainnya.
"Maka diperkirakan jumlah pasien talasemia mayor pada bayi yang lahir setiap tahunnya sekitar 2500 anak per tahun," ujar Ockti. Karena itu, pihaknya membangun sebuah pusat layanan talasemia di Indonesia yang kini berada di RSAB Harapan Kita.
"Mimpi menuju Indonesia bebas talasemia mayor menjadi latar belakang kuat untuk melaunching pusat layanan talasemia di Indonesia. Supaya kita dapat berkontribusi secara aktif secara diagnostik terapi dan preventif di masyarakat," ucapnya.
Ia menyadari bahwa pemerintah tidak bisa kerja sendiri, maka diperlukan kerja sama seluruh pihak untuk mendukung pengendalian talasemia. Termasuk peran tokoh masyarakat, tokoh agama hingga pemerhati kesehatan.