KBRN, Banjarbaru : Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalsel mengungkap adanya temuan resiko kecurangan selama 2022 dan 2023.
Modus kecurangan semakin kompleks, terencana, dan dilakukan bersama-sama. Tak hanya ASN, kecurangan juga banyak melibatkan pihak swasta.
Kepala Perwakilan BPKP Kalsel, Rudy M Harahap mengatakan risiko-risiko kecurangan tersebut tampak pada berbagai kegiatan.
"Seperti perbaikan neraca perdagangan dengan peningkatan penggunaan produksi dalam negeri (P3DN), kemudahan berusaha dan berinvestasi, serta penguatan infrastruktur pelayanan dasar pengelolaan infrastruktur sistem pengolahan air limbah (SPAL)," ungkapnya, Jumat (24/3/2023).
Selain itu, BPKP Kalsel juga mengidentifikasi risiko kecurangan pada kegiatan kemandirian industri farmasi dan alat material kesehatan.
Ada pula penguatan infrastruktur untuk produktivitas konektivitas dan mobilitas pembangunan jembatan, program P3DN sektor kesehatan, serta pengelolaan anggaran Pemilu dan Pemilihan.
Rudy mengatakan BPKP Kalsel sudah melalukan mitigasi berbagai resiko kecurangan di atas, seperti peningkatan akuntabilitas keuangan dan pembangunan daerah.
BPKP Kalsel juga sempat mengikuti Rapat Koordinasi Pimpinan Kementerian/Lembaga Program Pemberantasan Korupsi Pemerintah Daerah dan Peluncuran Indikator Monitoring Center for Prevention (MCP), Selasa (21/3/2023) lalu, di Jakarta.
Pada rakor tersebut, BPKP dengan KPK dan Kementerian Dalam Negeri menandatangani Perjanjian Kerja Sama pengelolaan bersama MCP.
Saat rakor itu, terungkap bahwa resiko kecurangan bukan terjadi di Kalsel, melainkan hampir seluruh daerah Indonesia.
Kepala BPKP, M Yusuf Ateh mengatakan pihaknya telah mengawasi keuangan negara atau daerah dan menemukan kecurangan-kecurangan.
"Beberapa tahun ini, modus kecurangan semakin kompleks, terencana, dan dilakukan bersama-sama. Tidak hanya ASN, tindak kecurangan juga banyak melibatkan pihak swasta," katanya.
Tahun 2022, BPKP menemukan kecurangan Rp 37,01 triliun dan berhasil menyelamatkan keuangan negara Rp 76,32 Triliun.
Ateh juga mengakui, pelayanan publik di Indonesia masih berbelit-belit, lama, mahal, dan rawan pungli. Berbagai belanja program dan kegiatan pun habis, tetapi tidak berdampak bagi warga.
Karena itu, katanya, MCP akan penting dalam menangani korupsi, baik sebelum terjadi korupsi maupun setelah penindakan korupsi dilakukan oleh KPK maupun APH lainnya.
"Jika melihat gambaran kecurangan, MCP menjadi urgen untuk mengawal akuntabilitas keuangan dan pembangunan, khususnya di daerah, yaitu pada area Perencanaan dan Penganggaran, Pengadaan Barang dan Jasa, Perizinan, Pengawasan APIP, Manajemen ASN, Optimalisasi Pajak Daerah, Manajemen Barang Milik Daerah, dan Tata kelola Desa," ujarnya.
Dijelaskannya, pencegahan kecurangan akan sangat efektif jika seluruh pihak bisa mengidentifikasi resiko pada delapan poin MCP tersebut dan memitigasinya.
Ateh juga meminta seluruh Pemda mendatangi kantor Perwakilan BPKP dalam pemenuhan indikator dan sub indikator pada delapan area MCP tersebut. Sebab, BPKP melaksanakan pengawasan atas delapan area MCP.