Hujan Tidak Serta Merta, Mampu Padamkan Kabakaran Gambut

Dialog Ruang Terbuka RRI Pontianak, Kamis (5/1/2022).

KBRN, Pontianak : Jika bicara Prakiraan Cuaca memang tidak memberikan kepastian musim kemarau atau musim hujan, jadi per 31 Desember 2022 di Kubu Raya sudah disuguhkan dengan Kebakaran di Rasau Jaya Umum. Hal itu berlanjut tanggal 1 dan 2 , bahkan tim patrol darat BPBD Provinsi dengan Kubu Raya masih melakukan patrol, karena sisa-sisa kebakaran ini memang tidak mudah padam walaupun hujan.

“Apalagi tadi kita cek di daerah Rasau Jaya dan sekitarnya hujan tidak selebat di kota Pontianak. Nah asap ini memang akibat dari curah hujan yang membasahi lahan gambut, diaman di permukaan seperti padam tetapi sesungguhnya  masih membara karena gambut kita cukup dalam,”papar Kepala Satgas informasi BPBD Kalbar, Daniel Saat Dialog Ruang Terbuka di RRI Pontianak, Kamis (5/1/2022).

Daniel mengakui walaupun dalam pemadaman BPBD menggunakan suntik gambut dengan memasukkan air ke lahan gambut, tetapi karena luasan gambut cukup banyak sehingga tidak bisa dilakukan dalam  waktu singkat.

Menurut Daiel berdasarkan laporan laporan yang masuk ke kami ada dua Kabupaten yang sudah mulai terbakar, yaitu di Kubu Raya dan Ketapang.

“Memang pada umumnya di area terkabar ini area gambut dan kemarin saya sebagai ketua Satgas  juga turun ke lapangan melihat memang tumbuh-tumbuhan yang ada berupa tumbuhan pakir yang banyak yang sudah mati dan daunya kering  dan mungkin bukan sengaja dibakar  tetapi mungkin ada kelalaian masyarakat membuang puntung rokok berpotensi menimbulkan kebakaran, apalagi lokasinya di tepian jalan raya yang banyak tumbuhan pakis dan rumput yang kering. Begitu pulan di Ketapang,”tuturnya.

 Senada hal itu diungkapkan Direktur Ekskutif  Gemawan, Laili  Khairnur  yang menyatakan bahwa krisis Iklim tidak dapat memprediksi antara musim kemarau ataupun musim hujan, sehingga strategi-strategi adaptasi, mitigasi harus dilakukan dalam konteks mencegah Kebakaran Hutan dan lahan (Karhutla) di Kalimantan Barat.   Laili Khairnur mengakui Krisis Iklim ini bukan hanya isu tetapi kenyataan, karena fakta di lapangan para petani harus merubah pola jadwal tanam karena situasi iklim yang tidak menentu. Meskipun ini  persoalan habit, tetapi karena Gemawan bekerja di lapangan sehingga penyadaran sangat penting.

“Tetapi yang kedua menurut saya tata kelola itu juga sangat penting, dalam konteks misalnya kalau ini memang terbakar di Kawasan Industri (Private Area) tentu penegakkan hukum juga harus dilakukan ,”harapnya.

Ia mencontohkan beberapa kasus yang terjadi ada yang melihatnya semacam ketidakpercayaan dalam proses penegakkan, yang masih beranggapan dalam proses hukum akhir hanya akan  dilepas khususnya untuk yang Industri.

“Untuk masyarakat menurut kami penting juga bagi kita, terutama Pemda, bahkan hasil diskusinya dengan Badan restorasi gambut  dan Manggrove yang memang bannyak bekerja di Kubu Raya, terkait bagaiman Restorasi sebaiknya menurut saya, kita juga memberikan  suport insentif desa-desa yang memang melakukan pembukaan lahan tanpa bakar,”ujarnya.

Fakta ini tentu memberikan praktek dan contoh baik  bagi yang lainnya, bahwa ketika mereka melakukan pertanian yang ramah lingkungan, negara memberikan  insentif kepada mereka.

Laili Khairnur mengakui secara status Kawasan hutan di Kalbar lebih dari 8 juta hektar, tetapi tegakkan hutannya sebesar itu harus dibuktikan  dan perlu ground chacking lagi.

“Kita harus diyakini kanyataannya lingkungan kita sudah rusak, sehingga yang dibutuhkan ini kerja-kerja kolaborasi, tidak bisa Pemerintah kerja sendiri, menganggap bahwa ini urusan Pemerintah dan sector-sektor lain itu diabaikan atau bahkan tidak diawasi, dapat dikatakan mereka diberi izin tetapi tidak pernah diawasi,”tambahnya.

Dialog Ruang  Terbuka RRI Pontianak  yang dipandu Kepala Stasiun LPP RRI Pontianak, Widi Kurniawan, SH dan Alvian Alhadi tersebut juga menghadirkan  Akademisi Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, DR. Erdi Abidin dan Kabid Pemadaman dan Sarana Prasarana Kabupaten Kubu Raya Sulistyono.