KBRN, BENGKULU : Sebanyak 2.092 orang jemaah akan menjalankan suluk Thoriqoh Naqsyabandiyah selama 10 hari pada bulan Ramadhan di Provinsi Bengkulu. Peserta suluk itu, tidak hanya datang dari Bengkulu. Namun juga ada dari provinsi lain, seperti Jambi, Sumatera Selatan, Jawa, Sumatera Barat dan Lampung.
Ketua Panitia Suluk Thoriqoh Naqsyabandiyah Indonesia, D Hamdani mengatakan, pelaksanaan suluk akan dipusatkan di enam lokasi yakni empat lokasi di Bengkulu, dan dua lainnya di Sumatera Selatan, Jambi dan Sumatera Barat.
"Seperti di Provinsi Bengkulu, ada empat tempat melakukan suluk. Seperti di Kabupaten Kabupaten Mukomuko, Kabupaten Rejang Lebong, Kaur dan Kabupaten Bengkulu Selatan," kata Hamdani saat konferensi pers, Rabu (22/3/23).
Didampingi Wakil Sekretaris Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Pengajian Ilmu Tasawuf Thoriqoh Naqsyabandiyah Indonesia (PPITTNI), Dempo Xler, dan Ketua Departemen Informasi dan Komunikasi Markisman, Hamdani mengungkap suluk akan digelar melalui dua gelombang.
"Pelaksanaan suluk itu akan dilakukan 10 hari selama bulan ramadan. Gelombang pertama pada 3 ramadan dan gelombang kedua 16 ramadan," bebernya.
Hamdan menegaskan, ada beberapa syarat khusus yang harus dipenuhi oleh peserta suluk. Peserta sudah berbai`at atau menjadi Ikhwan Thoriqoh Naqsyabandiyah Indonesia. Peserta harus sehat jasmani dan rohani, dan apabila memiliki riwayat penyakit khusus/tertentu maka harus menyampaikan secara tertulis.
Selanjutnya peserta menunjukan surat pernyataan dan persetujuan dari pihak keluarga, peserta anggota TNI/Polri/ASN wajib membawa surat keterangan izin/cuti, peserta tidak boleh membawa anak, peserta tidak dalam keadaan sedang hamil atau mengandung.
Kemudian untuk ruang kelambu tempat peserta suluk melakukan kegiatan zikir perorangan. Ruangan berbentuk segiempat dengan luas minimal 120cm x 120 Cm dan tinggi 150 cm. Kawasan kelambu harus dipasang CCTV, agar bisa lebih mudah dilakukan pengawasan.
"Semua kebutuhan peserta ditangani oleh panitia. Pantia Suluk, juga sudah menyiapkan tim medis, untuk memeriksa kesehatan peserta selama menjalankan ibadah suluk," tutupnya.
Tentang Thoriqoh Naqsyabandiyah
Perkembangan ilmu Tasawuf Thoriqoh Naqsyabandiyah dimulai dari era Nabi besar Muhammad SAW sampai pada silsilah ke 38 yaitu Syekh Buya Muhammad Rasyidsyah Fandi. Dibawah asuhan langsung Al-Mukarom Syekh Buya Rasydsyah Fandi telah bentuk dalam tata kelola keorganisasian yang mengikuti perkembangan zaman. Tentunya dengan tidak meniadakan nilai-nilai dasar ajaran dan metodologi yang relevan dengan perkembangan masyarakat saat ini.
Untuk menata hal tersebut Thoriqoh Naqsyabandiyah telah berbadan hukum sebagai sebuah perkumpulan. Hal itu dibuktikan dengan disahkan dan terdaftar sebagai organisasi yang terregistrasi di Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, dengan nama Perkumpulan Pengajian Ilmu Tasawuf Thoriqoh Naqsyabandiyah Indonesia atau PPITTNI.
Dempo Xler mengatakan, pengajian Ilmu Tasawuf Thoriqoh Naqsyabandiyah Indonesia telah berkembang menjadi ilmu keislaman. Tentunya sebagai jalan bagi seorang hamba yang menitik beratkan pada proses penyucian jiwa dan pendekatan diri kepada Allah SWT dengan sedekat-dekatnya.
"Untuk itu para murid thoriqoh dalam bimbingan para silsilah melalui guru/mursyid diwajibkan mengamalkan dan menjalani kehidupan tasawuf. Tidak hanya menjalankan ibadah secara formal sesuai dengan ketentuan syariah, tetapi juga berusaha mengungkap rahasia-rahasia syariah yang dapat membantu lebih dekat lagi kepada Allah SWT," ungkap Dempo.
Lanjut Dempo, Thoriqoh Naqsyabandiyah Indonesia memberikan perhatian yang sangat besar pada amalan dan ibadah formal secara kualitatif dan kuantitatif. Berbagai metode latihan yang diatur sedemikian rupa agar kesucian jiwa dan kedekatan diri seorang hamba kepada Allah SWT dapat dirasakan oleh jiwa para pengamalnya. Proses pensucian jiwa tersebutlah dinamakan dengan suluk.
"Tujuannya, agar seorang hamba dapat mendekatkan dirinya kepada Allah SWT. Karena sejatinya Allah SWT Maha Suci. Kedekatan ini kemudian berimplikasi dengan keteguhan jiwa. Agar seorang tidak ingin lagi melakukan perbuatan dosa," tuturnya.
Ditambahkan Ketua Departemen Informasi dan Komunikasi DPP PPITTNI, Markisman SPi mengatakan, bersuluk atau berkhalwat mempunyai dasar hukum naqli bersal dari Al Quran maupun Al Hadist. Nabi-Nabi sebelum Rasul Muhammad SAW seperti Nabi Musa a.s telah melaksanakan khalwat di bukit Tursina. Nabi Muhammad SAW sendiri melaksanakannya di Gua Hira’. Sabda Rasulullah SAW:
"Nabi Muhammad diberi kesenangan menjalankan khalwat di Gua Hira’, dengan tujuan beribadat kepada Allah SWT pada beberapa malam yang tidak sebentar (H.R. Bukhari)".
Imam al-Bukhari dan Muslim serta beberapa imam Hadis lainnya meriwayatkan sebuah hadis bahwa umm al-Mu’min Aisyah berkata:
"Nabi digemarkan oleh Allâh untuk melakukan khalwat, beliau selalu berkhalwat di Gua Hira’ dan melakukan tahannuts di sana, yaitu beribadah selama beberapa malam tertentu, (Sunan al-Kubrâ lil Baihaqi, juz 9, halaman: 6)".
"Harapannya, setelah selesai melakukan suluk. Para hamba Allah SWT itu dapat menyelamatkan dari penyakit lisan, dapat menyelamatkan seseorang dari beragam penyakit yang ditimbulkannya oleh pandangan mata. Manfaatnya tentu, suluk dapat memelihara dan menjaga hati dari hasrat riya’, ingin dipandang orang lain, mencari simpati dan penyakit batin lainnya. Lalu suluk dapat menyelamatkan seseorang dari pergaulan dengan manusia-manusia jahat," ujar Markisman.
Markisman menegaskan, Suluk bisa melahirkan konsentrasi untuk beribadah dan berzikir, serta ketetapan hati untuk bertakwa dan berbuat kebajikan. Suluk juga akan memelihara diri dan agamanya dari keterjerumusan dalam berbagai kejahatan dan permusuhan.
"Tentunya, suluk melatih tekun melakukan ibadah, tafakur dan i’tibar," tegasnya.